04 Juni 2008

Gara-Gara Koran Bekas

Agus Triyatno

Jum’at, 30 Mei 2008
Saya keluar kantor menjelang malam. Sudah direncanakan kalau sesudah dari kantor langsung ke Jatinangor-Bandung. Saat perjalanan di dalam Mikrolet menuju pangkalan bis Primajasa di UKI Jakarta saya mendapati dua orang ibu. Salah seorang di antaranya sedang bercerita kepada yang lainnya. Beginilah ringakasan ceritanya.

Sebut saja dua orang ibu itu bernama Santi dan Dewi. Santi bercerita tentang teman suaminya. Sebut saja teman suaminya Santi bernama Ari. Ari ini sudah diangkat menjadi pegawai tetap. Tidak dijelaskan bekerja di mana.

Setiap pulang kerja pada sore hari, Ari selalu mengumpulkan koran yang ada di kantor untuk dibawa pulang ke rumahnya. Setiap orang sudah mempunyai jatah koran dari kantor setidaknya ada 3 nama koran. Kompas, The Jakarta Post, dan yang terakhir lagi saya lupa namanya. Kejadian ini sudah berlangsung lama. Entah apa motifnya Ari melakukan hal tersebut. Apakah ingin mendapatkan uang tambahan dengan menjual koran bekas?

Pada suatu saat pihak kantor melaporkan Ari dengan tuduhan mencuri koran milik kantor. Langsung saja Ari yang menjadi tertuduh. Dilaporkan ke polisi. Sempat mendekam di Polres terdekat. Suaminya Santi meminta tolong kepada kerabat yang menjadi polisi untuk membebaskan Ari. Pada akhirnya Ari pun di bebaskan. Setelah itu, Ari dipecat dari pekerjaannya. Tinggal istri dan anaknya yang menunggu di rumah dengan harap-harap cemas.

Begitulah ringkasan cerita Santi. Ditambah lagi dengan pendapat dari Santi dan Dewi. Saya pun bercerita kepada kawan di kantor tentang kisah dari Santi untuk mengetahui pendapat mereka. Ternyata pendapat mereka sama saja dengan pendapat Santi dan Dewi. Beberapa pendapat itu mempertanyakan motif dari Ari melakukan pengumpulan koran di kantor untuk dibawa pulang ke rumah.

Selain itu, pendapat lainnya adalah bila memang Ari ingin mengumpulkan koran di kantor pada sore hari dengan asumsi sudah tidak terpakai lagi (bekas), kenapa tidak ijin dengan pihak kantor secara baik-baik saja. Kalau tidak diberikan untuk mengumpulkan koran bekas milik seluruh pegawai di kantor, Ari masih bisa membawa pulang jatah 3 koran yang diberikan dari kantornya.

Dari cerita tersebut saya menjadi berkaca-diri. Jangan sampai nasib saya serupa dengan Ari dalam kisah di atas. Hanya karena nilai yang tidak seberapa dengan menjual koran bekas milik kantor rusak reputasi. Ditahan polisi, dipecat karena kasus pencurian. Istri dan anak butuh pemenuhan kebutuhan hidupnya. Penghasilan suami tidak ada lagi. Mau mencari kerja di tempat lain tentu lebih sulit karena catatan kriminal pencurian. Koran hanya satu bentuk. Bentuk lainnya ada map, amplop, kertas HVS, dll. Kita harus bisa menahan diri. Mengambil barang yang bukan milik kita adalah mencuri. Pencurian itu dilarang hukum negara dan agama.

Tidak ada komentar: