12 Agustus 2008

Takdir

Oleh Agus Triyatno

Seorang guru sejarah bertanya kepada muridnya tentang sebab tertangkapnya Pangeran Pattimura oleh Belanda. Dijawab oleh murid itu bahwa sebab tertangkapnya adalah takdir!

Itulah penggalan cerita dari sebuah iklan di televisi. Kita mungkin tertawa jika menonton iklan tersebut. Jawaban murid itu seperti tidak menjelaskan apa-apa secara ilmiah. Tapi, bagi saya hal itu bisa menggambarkan pandangan dunia (world view) sang murid yang berbeda dari banyak orang yang menertawakannya.

Di dunia ini memang banyak hal yang saling berlawanan. Misalkan saja kanan-kiri, depan-belakang, atas-bawah. Ada pula Halal (sesuatu yang kita boleh lakukan) yang berlawanan dengan Haram (sesuatu yang tidak boleh kita lakukan). Di antara Halal dan Haram tadi ada Syubhat (hal yang belum jelas hukum halal atau haram).

Dalam iklan yang tadi saya melihat ada hal yang saling berlawanan. Satu sisi adalah hal yang rasional dengan penjelasan ilmiah. Hal ini banyak dianut manusia sekarang ini. Satu sisi lagi adalah yang menggambarkan tentang kepasrahan pada takdir Allah SWT seperti yang jawaban dari sang murid.

Bagi yang percaya dan pasrah pada takdir beranggapan bahwa segala sesuatu itu sudah diatur oleh Allah SWT sedangkan manusia sebagai makhluk cipataan-Nya cukup hanya pasrah saja dengan apa yang diatur oleh Allah SWT. Mereka percaya bahwa Allah SWT tidak akan menelantarkan setiap makhluk. Pandangan dunia seperti ini bisa membuat orang tidak giat bekerja dan berpikir cerdas dalam hidupnya.

Bagi orang yang selalu rasional maka segala sesuatunya diukur dengan parameter akal pikiran secara ilmiah. Bahwa segala sesuatu yang kita hadapi di dunia ini bukanlah semata-mata takdir Allah SWT melainkan juga ada campur tangan manusia. Bahkan secara ekstrem sudah menafikan campur tangan Tuhan. Bahwa semua yang terjadi adalah atas usaha manusia.

Di antara kedua pandangan ekstrem di atas masih ada jalur tengah, yaitu gabungan antara keduanya. Percaya terhadap takdir Allah SWT dan berusaha sekuat tenaga dalam menghadapi permasalahan. Pandangan dunia seperti ini juga memiliki landasan. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Allah takkan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka.” (lihat Q.S. Ar-Ra’du; (13) : 11).

Suatu hari saya menyambangi dosen IPDN Jatinangor, Tuan Guru Inu Kencana Syafi’ie. Beliau pun menjelaskan secara sederhana tentang takdir. Baginya, sesuatu dikatakan takdir ketika segala daya & upaya manusia sudah tidak bisa lagi diharapkan hasilnya. Kalau masih bisa dilakukan dengan tenaga manusia maka lakukanlah dengan sebaik-baiknya. Ini berlaku pada setiap kejadian.

Jodoh, rizki dan mati adalah takdir Allah SWT. Bila kita menggunakan pandangan yang dijelaskan Tuan Guru Inu Kencana maka kita bisa sekuat tenaga mencari jodoh dan rizki. Barulah setelah tenaga kita habis dan hasilnya tidak sesuai harapan maka kita bisa pasrah bahwa itu adalah takdir. Tapi, selagi ada tenaga maka kita dituntut berusaha sekuat tenaga. Nah, apakah kita sudah sekuat tenaga mencari rizki dan jodoh kita?

Ini rahasia. Sssttt…jangan bilang siapa-siapa ya! WOW!!

Tidak ada komentar: